Air adalah sumber kehidupan. Mencukupi kebutuhan kita, mengairi ladang ladang, dan menumbuhkan bahan pangan kita. Air sangat penting bagi semua makhluk hidup. Kita menggunakan air untuk mencuci mobil, membersihkan bahan makanan dan menghasilkan tenaga.
Air berpengaruh dalam setiap aktivitas harian kita. Tanpanya peradabanpun akan punah. Pemerintahan akan hancur, terlumpuhkan oleh musuh tak terkalahkan - kemarau. Hanya masalah hari - tak sampai seminggu sebelum semua makhluk hidup di bumi binasa.
Intinya, kita tak dapat hidup tanpa air. Dua hari yang lalu kita semua dipaksa untuk mengalaminya.
Aku tak tahu bagaimana awalnya. Tak ada siapapun yang masih bertahan hidup yang tahu. Pada jam jam awal ini berlangsung, mulai terdengar banyak teori, dari yang hampir masuk akal, seperti gas rumah kaca jenis baru, sampai ke teori konyol, semacam cahaya yang hanya menguapkan air.
Aku ingat dengan jelas jam jam dimana semua inibelum diketahui penyebabnya. Saat umat manusia belum tercekam oleh kepanikan.
Apakah yang terjadi? Aku akan menyederhanakannya.
Yang pertama adalah setiap tetes air murni di seluruh muka bumi menguap begitu saja. Aku rasa aku tak mungkin menggambarkannya secara tepat, tapi aku akan berusaha.
Bisakah kau bayangkan setiap sungai, danau dan semua sumber air alami mengering dengan tiba- tiba, tanpa ada penyebabnya? aku ragu kau bisa, tapi itulah yang terjadi.
Pengeringan juga terjadi terhadap air dalam kemasan. Sejauh yang aku tahu, semua air dalam botol di seluruh dunia juga menguap, sama halnya dengan air dalam tangki dan semua sumber air semacam itu. Begitupun dengan air dalam campuran soda juga menguap dan menyisakan pemanis buatan yang jika dikonsumsi akan menyebabkan penyakit.
Tak ada setetespun air yang bisa ditemukan untuk diminum. Semakin jauh, akibat buruk lain dari hilangnya air adalah dari pembangkit2 nuklir.
Tanpa adanya tekanan air, hampir sebagian besar pembangkit2 nuklir di seluruh dunia – yang menggunakan olahan air sebagai pendingin, kehilangan sumber daya pendinginnya. Dan tidak sampai setengah dari perusahaan2 pembangkit itu yang punya rencana cadangan, belum lagi rencana cadangan yang ada tidak terlalu baik atau belum pernah di uji coba. Sehingga mengakibatkan bencana besar pemanasan nuklir yang melelehkan sekiranya 46% air pendingin reaktor.
Dunia beralih dari situasi tak terkendali menjadi anarkis total.
Perhubungan luar negri terputus hampir tepat dua puluh empat jam sejak ini dimulai.
Kemudian muncul akibat yang ke dua.
Racun air laut.
Banyak orang berkumpul di gedung gedung penyaringan air garam, berharap akan keselamatan. Tapi mereka tak mendapati apapun. Kenyataannya bersamaan dengan penguapan global di dunia, kadar garam di seluruh samudera dan lautan di seluruh muka bumi meningkat lima kali lipat.
Kemudian bahan bakar mulai langka. Dan dengan sudah dekatnya kehancuran peradaban - terimakasih juga kepada bencana nuklir nuklir itu, tak ada lagi pengiriman BBM.
Begitulah, tetes air terakhir sudah dipompa keluar sekitar tengah malam kemarin.
Setelah terjadi kemarau tibalah kepunahan. Tanpa ketersediaan air, peradaban segera saja menjadi liar. Pemerintah yang biasanya berperan penting, sampai akhir berusaha menguasai keaadan, tapi tak berhasil. Para tentara memberontak, menembaki semua orang, baik para perusuh dan orang biasa. Mereka yang masih hidup, selanjutnya di bunuh dengan sadis.
Kemudian sisa pasukan tentara yang masih utuh saling menghabisi dan membantai satu sama lain. Pemberontak dan pembelot yang lain melarikan diri, tak sudi untuk pasrah dan menyaksikan kehancuran dunia.
Tapi kemudian terjadilah hal yang jauh lebih buruk. Lebih buruk ketimbang semua yang sudah terjadi.
Sebenarnya masih ada satu lagi sumber cairan yang belum pernah tersentuh. Aku sangat beruntung, karena akulah orang yang pertama mengetahuinya di kotaku.
Itu adalah darah.
Darah terdiri dari 90% air, satu satunya cairan yang masih ada yang bisa diminum. Dan beberapa orang melakukanya.
Awalnya aku tidak percaya mereka bisa melakukanya. Itu terlalu mengerikan. Awalnya mereka memburu binatang. Para manusia yang sudah terlalu dehidrasi itu mulai meminum darah dari anjing, kucing dan binatang binatang liar semacamnya. Kebanyakan hanya menghasilkan terlalu sedikit darah untuk bisa berguna.
Situasi bertambah buruk karena aku tinggal di lingkungan kota besar dan selain binatang peliharaan atau binatang pengerat, tidak ada lagi binatang liar yang bisa ditangkap untuk diminum darahnya. Keadaan mungkin lebih baik di pedesaan atau perkampungan, aku tak mungkin mencari tahu, dan jujur saja aku tak peduli.
Kemudian aku sadar bahwa pilihan yang tersisa adalah manusia.
Pertama kali aku melihatnya adalah dua belas jam yang lalu. Seorang pria tua, berpakaian hanya dengan selembar kain, melangkah pelan menyusuri jalan yang melalui depan rumahku. Berteriak mencari bantuan dengan putus asa, berkoar koar bahwa semua perawatnya melarikan diri dan dia sangat butuh pertolongan. Dia begitu menyedihkan dan aku hampir membuka pintu untuk menawarinya peristirahatan dari terik panas matahari, dan sedikit bahan makanan.
Jika saja aku sedetik lebih cepat, catatan ini takkan pernah ada. Sebelum aku sempat membuka pintu, tiga orang, dua lelaki dan satu wanita-menerjang keluar dari balik pepohonan.
Si tua malang itu tak berkutik, saat mereka menerkamnya, menggila dalam dehidrasi, lalu menyerangnya dengan alat pertukangan. Itu adalah perbuatan paling mengerikan di sepanjang hidupku.
Salah seorang pria mengeluarkan palu, hendak memalu tungkai tungkai kaki pria tua itu, satu per satu.
Krak. Krak. Krak.
Aku memuntahkan cairan pahit, setiap kali palu menghantam ke tulang tulangnya, suara gemeretak itu sungguh memuakkan.
Pria yang satunya membawa cangkul. Mereka serempak membacok bacok pria tua itu, sekali, lalu dua kali.
Alat alat itu mengiris iris pergelangan si pria tua seperti pisau memotong steak sapi. Apa yang kusaksikan membuatku muntah. Setelah aku muntah, aku menoleh ke sana lagi hanya untuk meningkatkan kengerianku.
Oh, aku berharap aku tak pernah menyaksikannya.
Si wanita yang tak bersenjata, melompat menduduki dada si tua. Kedua tangannya menutupi wajah horor si pria tua sembari kedua partnernya mencacah cacah. Kemudian, aku menyaksikan, wanita itu menjejalkan kedua jempolnya ke dalam sepasang mata si tua. Wanita itu melolong seperti suara binatang yang belum pernah kudengar.
Wanita itu mencolokkan jempolnya lebih dalam lagi, menekan masuk dan keluar berulang ulang. Saat mereka selesai, darah dan bermacam macam cairan organ melumuri tubuh wanita itu. Dia meraih sepotong tubuh si tua malang lalu memakannya seperti buah. Aku bisa mendengar suara kunyahan dari luar sana.
Mereka membungkuk dan menjilati darah yamg berceceran dan aku memalingkan wajahku dari sana.
Aku menyebut mereka “Drinkers”.
Satu hal yang ingin kuperjelas. Mereka bukan zombie. Mereka tidak terjangkit penyakit dalam seperti virus atau bakteri. Mereka manusia sepenuhnya. Aku kira dehidrasi begitu berpengaruh pada mereka, lebih buruk dari pada ke orang orang yang lain, itu memaksa mereka untuk meminum manusia, mau tidak mau juga merubah mereka menjadi kanibal gadungan atau mati kehausan.
Mereka adalah jelmaan dari sisi gelap manusia.
Drinkers juga terlihat bisa saling mengenali sesama drinkers melalui semacam sinyal. Karena aku bukan Drinkers, aku tak tahu sinyal nya seperti apa.
Secepat mungkin, ku kumpulkan cadangan makanan, beberapa selimut, catatan ini dan pistol Desert Eagle 357 ku, kubawa semuanya ke kamar atas.
Ku kerahkan tenagaku yang menipis untuk mengganjal pintu dengan ranjang lalu kutumpuk semua perabotan kamar di atasnya. Pistol Desert Eagle-ku terisi penuh dengan tujuh peluru. Dan aku masih punya sekotak peluru cadangan. Cukup untuk menghentikan tiga belas Drinkers dan... Yeah, aku yakin kau tahu lah.
Enam jam berlalu. Aku benar benar dehidrasi. Lidahku kelu dan kulitku sekering ampelas. Aku makan sedikit roti tadi, dan aku hampir mati tersedak, tak ada air liur untuk melicinkan kerongkonganku. Sekarang selain kehausan aku juga kelaparan.
Aku tak mengerti kenapa aku masih terus menulis. Mungkin aku butuh kesibukan sekalian menunggu datangnya detik detik menjelang kepunahan umat manusia.
Mungkin aku adalah kunci akan harapan bahwa solusi bencana ini bisa ditemukan, dan seseorang di masa depan akan membaca catatanku dan teringat akan bencana ini.
Mungkin... Aku hanya berkhayal.
-
Kondisi semakin memburuk. Nafasku sesak dan aku semakin lemas. Ruangan ini terasa seperti sauna. Aku hampir bisa melihat hawa panas menguap di seberang ruangan, semakin tebal dan semakin pekat hingga aku merasa seperti di masak hidup hidup. Pemandangan yang menyedihkan. Pulpenku terus menulis di lembar catatan sembari kesadaranku hilang dan timbul. Aku khawatir jika aku bahkan tak kuat menarik pemicu pistolku saat waktunya tiba nanti.
-
Aku haus sekali. Terakhir aku kencing, airnya tak keluar dan perih. Aku juga sudah tidak buang air besar untuk waktu yang lama. Penglihatanku memudar timbul tenggelam dan kepalaku serasa akan meledak akibat panas yang menekan dari dalam. Kulitku sangat kering dan kasar. Aku tahu aku sekarat, tapi aku masih punya si Desert Eagle. Mungkin aku harus segera bunuh diri sebelum aku kehabisan kekuatan untuk melakukannya. Tuhan tahu itu lebih baik daripada mati dehidrasi atau membiarkan Drinkers memangsaku.
-
Sangat haus
Disini gelap dan aku kehilangan pistolku
Penglihatanku sudah hampir hilang
Sangat HAUS
Aku akan gila
Aku sekarat
Tunggu
Apa itu
Haus sekali
Seseorang mengetuk pintu
Mereka ingin masuk
Mereka bilang para Drinkers datang
Haruskah aku
Aku tak tahu
Mungkin aku bisa minum
Aku sangat haus.