Keeping Count



Libur telah tiba. Britney ingin mengajak teman-temannya dalam sebuah acara menginap atau biasa disebut dengan pesta piyama. 

Ia mengundang keempat teman dekatnya seperti biasa, namun kali ini ia berencana mengajak serta Mary, si murid baru disekolahnya.

Keempat temannya menolak ajakan Britney tersebut karena mereka berempat “takut” terhadap Mary. 
Mereka berkata, ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Namun Britney tidak sependapat dan tetap mengajak gadis itu. Mary pun tak menolak sehingga mereka berdua bisa mengadakan pesta piyama bersama.

Britney menyadari bahwa Mary adalah anak yang baik serta memiliki selera humor yang lumayan. 
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan menonton film, saling menghias rambut, mencoba beberapa tutorial make up, hingga bergosip seputar anak laki-laki disekolahnya. 

Menjelang tengah malam, mereka mulai merasa lelah setelah segala aktifitasnya seharian ini. Britney menyediakan kasur tambahan dibawah tempat tidurnya untuk Mary.

Mereka berdua sudah berada dalam posisi yang akan membawa mereka ke alam mimpi. Lalu, Britney mematikan lampu meja disampingnya, karena lampu utama sudah dimatikan sejak mereka masuk kamar. Dan seketika ruangan itu menjadi gelap.

“Selamat malam Mary..” kata Britney sambil memenjamkan matanya.

Mary mulai menghitung.

“Satu, dua, tiga, empat, lima...”

Britney hanya menyepelekannya, dan menganggap itu lumrah karena banyak orang yang menghitung sebelum tidur, seperti orang-orang yang menghitung domba sebelum tidur, pikirnya.
Britney terbangun sekitar pukul 3 pagi, ia merasa gelisah.

Saat Britney terbangun, ia menyadari ada sesuatu yang aneh.

“Lima ratus empat puluh delapan, lima ratus empat puluh sembilan, lima ratus lima puluh...”

Britney kemudian duduk diatas kasurnya, ia merasa aneh.

“Astaga, apa yang dilakukan Mary? Apa dia masih menghitung sampai selarut ini?.” Britney bertanya dalam hatinya.

Britney meraih lampu diatas meja yang berada tepat disamping ranjang dan ia menyalakannya.

Seketika itu pula, Britney membeku, ketakutan karena melihat sesuatu yang ada dihadapannya.

Ada seorang pria paruh baya, duduk disudut ruangan. Britney tidak tahu siapa pria itu. Namun 1 hal yang ia yakini. Pria itu memegang penggalan kepala Mary sambil mencabuti rambut indah gadis itu, sehelai demi sehelai. 

Mulut Mary masih bergerak dan Britney menyadari bahwa Mary masih terus menghitung.